Semakin
semaraknya iklan-iklan produk yang ditampilkan oleh media massa seperti
televisi, majalah, koran dan sebagainya memberikan dampak kebingungan diantara
para pengguna. Semua iklan produk menyatakan dirinya adalah produk unggulan,
produk yang layak dipakai dan bahkan dibeberapa media bahkan menggunakan massa
yang cukup besar untuk menunjukkan bahwa produk yang ditampilkan adalah produk
yang telah digunakan oleh jutaan orang di negara tersebut bahkan di dunia .
Semua produk ingin dikenal oleh masyarakat audiens. Menggunakan berbagai cara
mulai dari budaya hingga gaya hidup masyarakat, agar produk tersebut melekat
dan tersimpan kuat di dalam benak masyarakat. Apapun yang dilakukan oleh
produsen untuk memperkenalkan produknya lewat iklan-iklan tersebut merupakan sebuah
tindakan branding. Kemudian apa itu brand ? dan bagaimana
membangun sebuah brand ?.
Sebelum
masuk pada definisi brand, perlu diketahui dulu disini mengenai cara
produsen mengkomunikasikan produknya kepada masyarakat luas. Ada dua hal
penting yang secara umum dilakukan produsen dalam mengkomunikasikan produknya
yaitu above-line communications dan below-line communications. Above-line
communications (Swystun, 2007: 4) dipahami sebagai :
“This
term refers to marketing communications involving the purchase of traditional
media such as television, radio, print, and outdoors; media in which results
can be measured. As marketing and communications options have expanded, and
advertising agency compensation has moved from commission-based to fee-based,
this term has become increasingly dated and now reflects what traditional
advertising agencies included in their base commission rate rather than what
impact the media would have had on customers”.
(Bentuk
ini mengacu pada komunikasi pemasaran yang menyertakan belanja media
tradisional seperti televisi, radio, cetak dan outdoor; media tersebut
hasil-hasilnya dapat diukur. Sebagai bentuk pemasaran dan komunikasi yang telah
berkembang, dan membuat agen periklanan berubah bentuk dari komisi menjadi
berbayar, dimana bentuk ini telah meningkat belakangan dan saat ini memberikan
gambaran apa yang agen periklanan tradisional masukkan biaya komisi melebihi
dari pengaruh media yang akan terjadi pada konsumen).
Sedangkan
below-line communications (Swystun, 2007: 12) dikatakan sebagai
:
“This
is a term used for communications that don’t involve the purchase of media.
With communications becoming more integrated, this and above-the-line
communications are becoming less and less accurate descriptors. Below-the-line
activities may include publicity, direct marketing, promotions, and media
relations”.
(Ini
adalah bentuk untuk komunikasi yang tidak memasukkan belanja media. Komunikasi
menjadi lebih terpadu, kedua bentuk komunikasi ini menjadi lebih sedikit akurat
descriptors. Aktifitas Below-the-line meliputi publikasi,
pemasaran langsung, promosi dan hubungan-hubungan dengan berbagai media)
Kedua
bentuk komunikasi yang dilakukan produsen diatas pada intinya adalah
usaha-usaha untuk mendekatkan produk kepada konsumen. Usaha pendekatan inilah
yang disebut dengan brand. Brand bisa diartikan sebagai
penjumlahan total dari keseluruhan pengalaman pengguna terhadap sebuah produk
ataupun layanan tertentu, membangun reputasi dan harapan kedepan yang
menguntungkan (Miletsky dan Smith, 2009: 2). Tentunya hal ini terkait
dengan kepercayaan yang diberikan oleh brand tersebut kepada penggunanya.
Elemen-elemen yang menentukan tingkat kepercayaan konsumen terhadap sebuah brand
adalah sebagai berikut :
- Janji yang diberikan sesuai
dengan kenyataan walaupun hal ini tidak dinyatakan dengan jelas, tetapi
menjadi salah satu faktor utama kesuksesan sebuah brand.
- Memberikan kepribadian
tersendiri terhadap pengguna brand. Pengguna mobil BMW akan merasakan
lebih elegan dan ekslusif ketimbang pengguna mobil Innova misalnya.
- USP (Unique Selling
Proposition). Munculnya sebuah brand sebagai dasar untuk membedakan
perusahaan, produk atau layanannya dengan perusahaan, produk atau layanan
lainnya (Miletsky dan Smith, 2009: 3).
Selain
itu dikatakan bahwa brand bisa lebih dari batasan logo ataupun nama
(Davis, 2009: 12). Sebuah brand mampu mewakili secara utuh kepribadian
perusahaan dan sebagai penghubung antara perusahaan dan pemirsanya. Hubungan
yang dilakukan brand terhadap pemirsanya bisa melalui visual dan pendengaran,
pengalaman terhadap sebuah brand, persepsi atau perasaan secara umum
tentang perusahaan pembuat brand tersebut. Menurut Hammond
(2008;8) Selain itu brand mampu mewakili lebih dari sebuah fakta,
hubungan rasional terhadap sebuah produk maupun layanan. Brand hadir
diantara batas alasan yang masuk akal hingga sampai kepada emosi. Emosi adalah
sekumpulan struktur psikologis atau kerangka acuan yang dibentuk dan diwujudkan
dalam pikiran dan dipicu oleh pengalaman tertentu (Hammond, 2008: 31). Menurut
para ahli, emosi berbeda dengan perasaan. Emosi dianggap sebagai pembangkit
perasaan. Salah satu kunci untuk membangun sebuah brand adalah
mengindentifikasi dan memengaruhi pemicu emosi dalam proses pembelian dengan
membangun perasaan positif tentang sebuah produk atau layanan.
Untuk bisa membangun perasaan yang positif, ada dua hal yang perlu mendapat
perhatian oleh produsen yaitu tentang cara otak bekerja. Otak dalam mengolah
sebuah informasi yang diberikan, menggunakan dua hal yaitu rasional dan
emosional.
Menurut
teori lama, dikatakan bahwa otak manusia terbagi menjadi dua bagian yaitu otak
kanan dan otak kiri. Otak kanan bekerja lebih berdasarkan kepada intuisi,
perasaan, emosi dan akal pikiran. Sedangkan otak kiri bekerja lebih pada
pengolahan bahasa, fakta dan angka yang merupakan sisi logika manusia. Para
ahli yakin bahwa pengolahan informasi oleh kedua otak tersebut dilakukan secara
terus menerus yang merupakan bentuk mekanisme total dari keseluruhan aktifitas
manusia dimana keduanya bisa saling melakukan crossover atau berbagi
informasi.
Selain
itu ada beberapa hal penting yang terkait dengan pembedaan prinsip kerja antara
rasional dan emosional.
- Rasional bekerja lebih lambat
dari bagian emosional sehingga tindakan ditentukan oleh emosi. Bukan
berarti bahwa rasional dan emosi bekerja sendiri-sendiri, tetapi keduanya
saling terhubung, saling mendukung dan tidak pernah mendahului.
- Sistem emosional jauh lebih
kuat dibandingkan dengan sistem rasional. Segala kesadaran
pemikiran-logika dan rasional-akan selalu mengarah kepada emosional.
Bahkan pemikiran irasional sekalipun tetap akan mengarah kepada emosional.
- Beberapa bagian sistem
emosional bekerja dibawah kesadaran yang disengaja, digerakkan oleh
ingatan hubungan dan pengalaman masa lalu. Proses yang muncul sangat kuat,
terkadang begitu kuatnya sehingga menjadi pemicu tindakan yang dilakukan
dan tidak mempunyai kendali.
- Sistem memori pada respon otak
lebih mengacu pada pengalaman masa lalu yang lebih spesifik dan lengkap
lebih daripada hal yang tidak jelas dan terbagi-bagi. Lebih kuatnya memori
emosional, menjadikan lebih besarnya dasar pembenaran dan alasan yang akan
digunakan oleh pemikiran rasional untuk mendukung hasil yang terjadi.
Sehingga
dengan melihat cara kerja rasional dan emosional maka brand akan sangat
berfungsi apabila:
- Tidak sepenuhnya menghilangkan
keistimewaan produk, pilihan pelayanan, dan bahkan harga yang ditawarkan.
- Membangun hubungan emosi yang
kuat dengan konsumen sehingga konsumen akan membeli sebuah produk
berdasarkan pada emosi dan dasar pembenaran sebagai alasan.
- Lebih sering memfokuskan
perhatian pada hal-hal yang bersifat positif sebanyak mungkin pada emosi
konsumen.
- Membangun pengalaman dengan
konsumen dan menjadikannya ingatan yang tersimpan lama dalam benak konsumen.
- Pengalaman konsumen harus
dibangun melebihi dari harapan yang telah ditentukan dan menimbulkan
ingatan yang kuat dalam benak konsumen.
Daftar Pustaka
Davis,Melissa, 2009, The
Fundamentals of Branding; AVA Publishing SA
Hammond, James, 2008, Branding
Your Business,
Miletsky,Jason I. and
Smith,Genevieve, 2009, Perspectives on Branding; Course
Technology
Swystun,Jeff, 2007, The
Brand Glossary; Palgrave Macmillan